Hampir seluruh daerah selatan dalam keadaan kacau balau yang mengakibatkan pangaruh dari Puang-Puang makin lama makin berkurang. Maka dalam keadaan yang sedang mengancam peranan Puang-Puang dimana, maka seorang anak Puang ri buntu bernama Tangdilino’ berpindah dari daerah selatan ke daerah bagian utara ditempat yang bernama Marinding sebagai penguasa baru.
Tangdilino’ semasa berada di Marinding memang telah yakin cara pemerintahan Puang seperti di bagian selatan tidak lagi mendapatkan sambutan dari masyarakat. Sehingga disusunlah suatu pemerintahan baru dengan aturan dan tata cara baru dan sekaligus menyatakan memerdekakan diri dari kungkungan dan kehidupan Puang – Puang.
Dari selatan Tangdilino’ memindahkan sebuah Tongkonan (Rumah/Istana) ke Mainding untuk tempat membina kekuasaannya yang menurut cerita mitos mengenai Tangdilino’, Tongkonan itu dipindahkan dengan tidak membongkarnya lebih dahulu tetapi hanya disorong saja diatas sebuah rel kayu yang bergulir namun selalu singgah-singgah, makanya Tongkonan dalam perjalanan bernama Ramba Titodo ( Ramba = Usir, Sorong. Tindo =Terantuk-atuk, Singgah-singgah) dan setelah tiba di Marinding Tongkonan ini diberi nama Banua Puan yang artinya Kekuasaan dan peranan Puang yang dipindahkan tetapi tidak lagi melaksanakan cara – cara pemerintahan Puang serta Aturan dan Gelar Puang tidak lagi digunakan. Maka penguasa – penguasanya mempergunakan nama Ma’dika atau bergelar Ma’dika.
Karena Tangdilino’ tidak lagi memakai aturan dan cara perintahan dari Puang - Puang maka Tangdilino’ menciptakan aturan dan cara Pemerintahan dengan pedoman hidup baru dengan bantuan dari seorang ahli Sukaran aluk bernama Pong Sulo Ara’ dari sesean ( Bagian Utara Toraja).
Dengan bantuan dari Pong Sulo Ara’ terbentuklah Aluk Sanda Pitunna ( Aluk 7777) yang bersumber dari Sukaran Aluk yang masih dikuasai dikuasai oleh Pong Sulo Ara’ dengan dasar Kesatuan, Kekeluargaan, dan Gotong-royong. Sangat berbeda dengan cara Pemerintahan Puang yang tidak mempergunakan Falsafah hidup kesatuan, Kekeluargaan, dan Gotong –royong. Karna kekuasaan Diktator Absolut seperti pemerintahan Puang Londong di Rura.
Dasar dari Aluk Sanda Pitunna yang disebarkan dari Banua Puan Marinding itu didalamnya mencakup aturan hidup dan kehidupan manusia serta aturan memuliakan Puang Matua menyembah kepada Deata dan menyembah kepada Tomembali Puang/Todolo ( Puang Matua = Sang Pencipta, Deata =Dewa – Dewa, Tomembali Puang / Todolo = Arwah Leluhur).
Dalam sejarah Toraja disebut bahwa Tangdilino menikah dengan anak dari Puang Ri Tabang yang tidak lain adalah sepupunya sendiri bernama Buen Manik. Dan dari pernikahan mereka itu lahir 9 (Sembilan) orang anak dan merekalah yang menyebarkan Ajaran Aluk Sanda Pitunna serta melebarkan kekuasaan dari Tangdilino’ dengan pusat kekuasaan dari Banua Puan Marinding.
Kesembilan anak dari Tangdilino antara lain yaitu :
- Tele Bue yang Pergi ke daerah Duri Enrekang.
- Kila’ yang pergi ke daerah Buakayu.
- Bobong Langi’ yang pergi ke daerah Mamasa.
- Parange yang pergi ke daerah Buntao’
- Pata’ba’ yang pergi ke daerah Pantilang
- Lanna’ yang pergi ke daerah Sangalla’
- Sirrang yang pergi ke daerah Dangle’
- Patang tinggal di Banua Puan Marinding
- Pabane’ pergi ke daerah Kesu’.
Kesembilan anak Tangdilino’ diatas diberi tugas dan kekuasaan oleh Tangdilino’ untuk menyebarkan ajaran aluk sanda pitunna serta diberi hak dan kewajiban menguasai teempat yang mereka datangi.
Itulah sekilas tentang Sejarah Kekuasaan To’Banua Puan Tangdilino’ di Marinding dan tersususnnya aluk sanda pitunna. dan semoga artikel ini bermanfaat bagi anda yang membacaya.
Itulah sekilas tentang Sejarah Kekuasaan To’Banua Puan Tangdilino’ di Marinding dan tersususnnya aluk sanda pitunna. dan semoga artikel ini bermanfaat bagi anda yang membacaya.
Post a Comment for "Sejarah Kekuasaan To’ Banua Puan Tangdilino’ dan Tersusunnya Aluk Sanda Pitunna"